Jumat, 28 Mei 2010

Ketika Siswa Tunarungu Mengikuti Ujian Nasional

KOMPAS.com — Pagi itu tidak seperti hari biasanya bagi 12 siswa yang menempuh studi belajarnya di SMA Luar Biasa Tuna Rungu Santi Rama, Jakarta Selatan. Hari ini merupakan waktu penentuan bagi mereka. Penentuan atas jerih payah belajar mereka selama tiga tahun. Secara fisik mereka tak ubahnya dengan siswa SMA yang lain. Hanya saja, waktu berbicara suaranya pelan dan terbata-bata. Kadang raut muka dan tangan membuat sebuah tanda untuk menyampaikan pesan.

"Saya yakin lulus ujian," kata Widya Paramita (19), siswa kelas 3B, kepada Kompas.com saat ditemui seusai melahap 50 soal Bahasa Indonesia. Dengan ditemani ibu guru Sundari, Widya mengaku sedikit mengalami kesulitan saat menyelesaikan soal peribahasa. Baginya, peribahasa terlalu banyak kata kiasan. "Soal yang lain saya bisa, soal peribahasa agak susah," katanya dengan terbata-bata.

Lebih lanjut, Sundari menyadari kekurangan yang dialami oleh muridnya. "Memang perbendaharaan kata bagi mereka masih cukup kurang," katanya. "Seperti kalau mereka mengartikan meja hijau (pengadilan), mereka pasti akan menebak meja yang berwarna hijau, padahal bukan itu maksudnya," terangnya.

Sebelumnya ia mengakui, pihak Diknas telah memanggil dirinya untuk mendiskusikan tentang soal yang akan diujikan. Namun, yang terjadi keseluruhan soal memang harus sesuai dengan standar kompetensi yang sudah diatur sebelumnya.

Baginya yang ideal untuk menentukan kelulusan murid yang berkebutuhan khusus adalah gurunya sendiri. "Seharusnya yang menentukan lulus tidaknya murid itu gurunya karena guru lebih tahu perkembangannya si murid tersebut," jelasnya.

Dia juga menambahkan, penyerapan mata pelajaran setiap anak berbeda, terlebih kalau dibandingkan dengan murid dari SMA luar biasa yang lain akan berbeda pula hasilnya. Widya yang berada tak jauh hanya manggut-mangut mendengar penjelasan ibu gurunya. Selebihnya ia berbicara dengan isyarat tangan kepada teman-temannya yang menggerombol di luar kelas. Entah bercanda atau sekadar berbagi cerita seusai menyelesaikan ujian nasional.

Tidak ada kegelisahan yang terpancar dari diri mereka, hanya tawa dan kata terbata-bata yang meluncur dari bibir mereka. Seperti yang tertangkap pada diri Widya yang mengaku bercita-cita sebagai pekerja kantoran, memegang komputer tanpa banyak bicara. Hanya mengetik dan terus mengetik.

sumber: http://gurupintar.ut.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=139&Itemid=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar